Meluruskan Silang Pendapat tentang Teori Evolusi Biologis

⊆ 17.56 by verstehen | ˜ 0 komentar »

LIMA puluh tahun lalu, tepatnya 25 April 1953, persoalan struktur tiga dimensi asam nukleat atau DNA, sebagai materi
pembawa informasi genetis terpecahkan melalui kerja keras JD Watson, FHC Crick, MHF Wilkins, dan si cantik, Rosalind
E Franklin. Sebulan kemudian, 30 Mei 1953, implikasi biologis terhadap penemuan tersebut diuraikan. Sambil mengingat
kembali kejadian 50 tahun lalu, kita diramaikan oleh perdebatan sengit antara Wildan Yatim, dosen senior Biologi Sel dari
Universitas Padjadjaran, dan Taufikurahman, staf pengajar pada Departemen Biologi FMIPA ITB. Yang diperdebatkan itu
tidak tanggung-tanggung: Teori Evolusi!

PERDEBATAN yang disuguhkan Kompas (23 April 2003 dan 8 Mei 2003) itu diawali dengan paparan Wildan Yatim dalam
artikelnya yang berjudul "Ada Bantahan terhadap Teori Evolusi?" Dalam tulisan tersebut, Wildan menolak keras press
release Taufikurahman yang mengusulkan agar pelajaran Biologi direvisi.

Sambil menolak keras usulan tersebut, Wildan menghadapmukakan pandangan seorang penulis asal Turki, Harun
Yahya, yang menurut Wildan menjadi acuan Taufikurahman menolak Teori Evolusi Darwin, dengan keempat tesis utama
Charles Robert Darwin tentang evolusi biologis. Penolakan Wildan tersebut disokong dengan pendapat para ahli biologi
pendukung Teori Seleksi Alamiah Darwin, seperti Alfred R Wallace, Ernst Haeckel, serta data yang bertebaran dalam
bidang-bidang penyelidikan ilmu-ilmu hayati.

Penolakan Wildan terhadap ide untuk merevisi pelajaran Biologi berdasarkan pemahaman yang menurut dia telah out of
date dan tidak ilmiah itu memecut rasa kejantanan sang dosen ITB tersebut, "Sudah lama saya meragukan keabsahan
teori Darwin", dan "bukan semata-mata karena saya membaca buku-buku karangan seorang penulis Turki bernama
Harun Yahya seperti yang dituduhkan Wildan Yatim," demikian Taufikurahman. Dasar penolakan yang digunakan
Taufikurahman menolak Teori Evolusi Darwin lebih merupakan alasan keyakinan agama bahwa Tuhan adalah pencipta
semua makhluk hidup di dunia.

Untuk mempertahankan pendapatnya, Taufikurahman juga menyitir silang pendapat dari berbagai kalangan, termasuk
debat Bishop Oxford Samuel Wilberforce dengan Thomas Huxley pada pertemuan tahunan The British Association for the
Advancement of Science di musim panas 1860. Sayang sekali, dalam debat yang dimoderatori oleh guru yang paling
dikagumi C Darwin ialah Prof John Stevens Henslow, lidah sang Bishop "terpeleset" dengan pertanyaan, "kakek atau
neneknya (T Huxley)-kah yang berasal-usul kera?".

Taufikurahman juga mendebat Teori Evolusi Darwin dengan Teori Punctuated Equilibrium Stephen Jay Gould dan Niles
Eldredge yang mereka sendiri sebenarnya tidak menolak Teori Seleksi Alamiah. Taufikurahman salah menafsirkan
punctuated equilibrium dan menjadikannya "tidak bunyi".

Stephen Jay Gould dalam artikelnya di Scientific American, Oktober 1994, berjudul "The Evolution of Life on the Earth"
mengatakan, "Natural Selection is on immensely powerful yet beautifully simple theory that has held up remarkably well,
under intense and unrelenting scrutiny and testing for 135 years".

Lebih lanjut, titik-titik lemah argumentasi C Darwin terhadap Teori Seleksi Alamiah juga dipakai Taufikurahman sebagai
landasan menolak teori tersebut. Padahal, self-critic menjadi demikian luar biasa bagi C Darwin merumuskan teorinya
yang lain, yaitu seleksi seksual. Dengan bertambah banyaknya data-data molekuler dan paleontologi, keraguan-keraguan
terhadap teori Darwinian semakin samar-samar hilang.

Saya menduga Taufikurahman dalam menanggapi Wildan Yatim dipengaruhi (atau barangkali berasal dari) pandangan-
pandangan yang terdapat dalam buku karangan Vernon Blackmore dan Andrew Page berjudul Evolution the Great Debate.
Jika ini benar, maka sekali lagi, sayang sekali, karena mengenai buku tersebut, sang penulis mengatakan, "This book is
not about the rights and wrongs of evolution or creation science… For there is a much more fascinating story to be told: the
history of the idea of evolution itself and in its wake the troubled waters of religious argument" (Halaman Pendahuluan).
Menurut saya, pandangan Harun Yahya dan Taufikurahman tentang evolusi biologis tidak bergerak sedikit pun dari
pandangan tentang asal-usul kehidupan di Bumi yang dianut C Linnaeus 250 tahun silam yang telah usang itu.

Pandangan mereka, seperti yang disitir Wildan, seiras dictum C Linnaeus. "Species tot sunt, quot diversas formas ab initio
produxit Infinitum Ens (Spesies yang ada sebanyak yang dihasilkan pada permulaan oleh The Infinite).
Sebenarnya, C Linnaeus pernah "terantuk" dengan data yang seharusnya dapat membuatnya keluar dari pemahaman
bahwa spesies bersifat tetap (fixed), yaitu ketika ia berhadapan dengan sampel tumbuhan yang dikirim oleh seorang
mahasiswa.

Morfologi tumbuhan tersebut persis sama dengan Linaria vulgaris, kecuali bunganya yang setangkup melingkar (radially
symmetrical), disebut peloric. Padahal, Linaria tipe asli (wild type) memiliki bunga yang setangkup bilateral (bilateral
symmetry). Kalau mengikuti sistem tata nama yang dikembangkan C Linnaeus, seharusnya tumbuhan tersebut
digolongkan sebagai spesies baru. C Linnaeus mencatat kebingungan ini sebagai suatu monstrous flower.
Pembuktian molekuler oleh kelompok Enrico Coen dari John Innes Centre di Norwich, Inggris, dan Theissen G dari Max-
Planck Institut di Kohl, Jerman, menegaskan bahwa sebenarnya baik si tumbuhan aneh itu maupun si Linaria vulgaris
merupakan tumbuhan yang sama, tetapi si peloric memiliki satu gen yang ekspresinya terbungkam (silenced) karena
reaksi metilasi dipermukaan gen LCYC (Nature 401:157-161 dan Bioessays 22:209-13).

Masalah mendasar yang harus ditolak dari cara berpikir Taufikurahman ialah bahwa dasar penolakannya terhadap Teori
Evolusi Darwin berdasarkan keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta semua makhluk hidup di dunia. Bukan berarti
bahwa saya tidak setuju dengan keyakinan agamawi tersebut, tetapi cara berpikirnya yang menurut saya meloncat ke
ranah (domain) nonilmiah (ke keyakinan), membuat keyakinannya itu berada di luar jangkauan teori ilmiah, dan oleh
sebab itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah pula.

Hal inilah yang menimbulkan ketidaksetangkupan argumentasi antara Taufikurahman dan Wildan Yatim. Wildan mencoba
mengatakan teori Darwin tentang proses evolusi sebagai teori ilmiah. Ia menunjuk kepada metode induktif Darwin yang
berangkat dari fakta-fakta dan observasi-observasi yang dibuatnya sendiri, dan merampatkannya ke dalam argumen-
argumen Teori Seleksi Alamiah yang termuat di dalam The Origin: "As many more individuals are produced than can
possibly survive, there must in every case be a struggle for existence…"

Apakah Taufikurahman harus diyakinkan lebih faktual lagi oleh paleontologis lokal di Sangiran dekat Solo atau oleh para
paleontologis sekaliber Prof Teuku Jakob bahwa tidak mungkin memperoleh fosil Homo Erectus pada formasi Kalibeng,
yaitu formasi paling bawah dari kubah (dome) Sangiran? Homo Erectus, dengan jumlah yang ditemukan telah mencapai
hampir 80, semuanya hanya ditemukan pada formasi yang lebih di atasnya, yaitu formasi Pucangan, suatu formasi yang
terbentuk 700.000- 1.800.000 tahun silam di kala Pleistosen, dan formasi kubah yang berumur lebih muda, yaitu 125.000-
700.000 tahun silam.

Jadi pertanyaan bernada menantang "Ada Bantahan terhadap Teori Evolusi Darwin?" bukanlah pertanyaan
teologisfilosofis, tetapi suatu pertanyaan ilmiah yang harus dijawab secara ilmiah pula. Kesalahan kebanyakan orang,
termasuk Bishop Oxford Samuel Wilberforce dan Taufikurahman, adalah menafsirkan Teori Seleksi Alamiah di luar ranah
ilmiah, yang kebenarannya tentu berada di luar jangkauan kebenaran yang dibatasi oleh cara ia diperoleh!

Sebaliknya, terdapat ganjalan yang harus diluruskan dari jalan berpikir Wildan Yatim. Pada awal perbincangannya, Wildan
merujuk kepada persoalan mekanisme evolusi. Namun, kemudian ia menghantam Yahya dan Taufikurahman dengan
suguhan evolusi sebagai fakta-fakta. Bukankah fakta-fakta yang sama itu telah ada semasa C Linnaeus? Tetapi mengapa
C Linnaeus masih menganut faham penciptaan?

Lebih lanjut, Wildan Yatim tidak secara jernih menggagas Teori Evolusi Molekuler sebagai bagian dari proses penjernihan
Teori Evolusi Darwin. Ia bahkan terlalu menyederhanakan keragaman genetika sebagai akibat dari transposon-
transposon.

Mutasi imbasan (induced mutation) juga berlangsung dalam proses ekspansi nukleotida-nukleotida berulang (repeated
DNA). Hasil-hasil penelitian terakhir bahkan membeberkan jembatan-jembatan interaktif antara lingkungan dan bahan
genetika melalui epigenetika, yang menurut saya merupakan wilayah yang harus menjadi ajang utama (selain mutasi
DNA dan mutasi kromosomal secara langsung) dalam pembentukan variabilitas hayati.
Kelemahan lain Wildan Yatim terletak pada kebersikukuhan argumentasinya kepada tesis-tesis yang terlalu berkutat pada
Darwinisme klasik: muncul dan hilangnya suatu keragaman hayati pada aras gen-gen, gamet, organisme individual, atau
pada aras yang lebih tinggi, sebagai akibat dari perjuangan hidup.

Kalau kita ingin melihat Teori Evolusi Darwin sebagaimana yang dipahami saat sekarang, kita seharusnya tidak
melupakan kerja keras zoologis Ernst Mayr dan Julian Huxley, paleontologis George Gaylord Simpson, ahli tumbuhan
George Ledyard Stebbins, ahli genetika Sewall Wright, ahli matematika RA Fisher, dan JBS Haldane, serta ahli genetika
Theodosius Dobzhansky, yang berhasil menyimpulkan Teori Seleksi Alamiah C Darwin dengan Teori Penurunan Sifat G
Mendel ke dalam Teori Sintetik tentang evolusi pada tahun 1920-an hingga 1930-an.

Teori Sintetik melihat bahwa evolusi merupakan akibat pembentukan variasi-variasi baru dan penggantian variasi lama
dengan variasi yang baru.
Kedua tahapan ini digerakkan oleh paling tidak enam hal berikut. Pertama, proses-proses yang menghasilkan variasi atau
proses-proses mutasional.
Kedua, proses-proses yang mempersempit ruang gerak dari jenis variasi yang dihasilkan.
Ketiga, proses-proses yang mengubah frekuensi dari setiap variasi-variasi sebagai suatu fenomena populasi.
Keempat, proses-proses adaptif, yaitu proses-proses yang meningkatkan kemampuan varian-varian beradaptasi dengan
lingkungan.
Kelima, proses-proses yang menentukan kecepatan evolusi tanpa perlu harus membuat pembedaan di dalam suatu
populasi.
Keenam, proses-proses yang menentukan arah perubahan tanpa harus membuat pembedaan di dalam populasi.

Tantangan yang cukup keras terhadap Teori Seleksi Alamiah datang dari hasil penelitian Motto Kimura, Tomoko Ohta, JL
King, dan TH Jukes yang memunculkan Teori Netral tentang Evolusi (Neutral Theory of Evolution).
C Darwin mengatakan, "Natural Selection is daily and hourly scrutinizing, throughout the world, the slightest variations;
rejecting those that are bad, preserving and adding-up all that are good; silently and insensibly working, whenever and
wherever opportunity offers, at the improvement of each organic being in relation to its organic and inorganic conditions of
life" (C Darwin, The Origin Of Species, hal 99).

Kalau proses evolusi berlangsung seperti yang dirumuskan C Darwin tersebut, seharusnya terdapat hubungan yang
sangat berarti antara variasi molekuler di tingkat DNA dan perubahan fenotipik. Namun, ternyata terdapat selang (gap)
antara penampilan morfologi dengan mutasi-mutasi di tingkat urutan asam nukleat.

Mereka menemukan pada tingkat molekuler bahwa eliminasi selektif dari mutan-mutan yang dengan pasti bersifat negatif
terhadap pembawanya dan fiksasi acak mutan-mutan yang bersifat netral secara selektif atau yang bersifat sedikit
merugikan dari pembawanya terjadi jauh lebih sering di dalam evolusi ketimbang seleksi positif Darwinian dari mutan-
mutan yang telah diketahui menguntungkan (Kimura dan Ohta, 1974: Proc. Nat. Acad. Sci. USA: 2848-2852). Kimura dan
Ohta juga menemukan bahwa kecepatan evolusi asam amino fungsional pada suatu protein memiliki kecepatan yang
konstan dan bersifat khas untuk tiap organisme.

Teori Netral tentang Evolusi tidak mengklaim bahwa seleksi alamiah tidak berlangsung, namun teori ini menunjukkan
bahwa seleksi alamiah bukanlah satu-satunya gaya yang bekerja di dalam mekanisme evolusi. Ada gaya-gaya penting
lain yang bekerja bersama-sama mengarahkan proses evolusi biologis.

Dengan demikian, walaupun seleksi alamiah berlangsung sebagai pemain yang tak terelakkan di panggung sejarah
evolusi hayati, alam masih membiarkan adanya ruang bagi beroperasinya kegirangan, kesukaan hidup, dan tentunya
kreativitas, seperti yang dikatakan ahli Fisika cum-biologiwan Erwin Schrodinger dalam bukunya, What is Life, demikian:
"An organism must have a comparatively gross structure in order to enjoy the benefit of fairly accurate laws, both for its
internal life and for its interplay with the external world".

Kepada Taufikurahman, saya ingin ingatkan bahwa kesempatan untuk mengambil bagian dalam arus perubahan yang
dihasilkan oleh sains akan menjadi sulit dilalui apabila bangsa kita dengan sengaja menempatkan dengan sengaja
rintangan-rintangan ke jalan yang akan kita lalui sebagai bangsa-termasuk memasung keilmiahan pelajaran Biologi di
SMP atau SMA, apalagi di universitas. Jika panggung sejarah telah menyaksikan hegemoni Barat terhadap peradaban
dunia, hal ini akibat dari satu faktor utama: sains!

Read More..
 

ISLAM DAN KIMIA

⊆ 17.47 by verstehen | ˜ 3 komentar »

Ilmu kimia merupakan sumbangan penting yang telah diwariskan para kimiawan Muslim di abad keemasan bagi peradaban modern. Para ilmuwan dan sejarah Barat pun mengakui bahwa dasar-dasar ilmu kimia modern diletakkan para kimiawan Muslim. Tak heran, bila dunia menabalkan kimiawan Muslim bernama Jabir Ibnu Hayyan sebagai 'Bapak Kimia Modern'."Para kimiawan Muslim adalah pendiri ilmu kimia," cetus Ilmuwan berkebangsaan Jerman di abad ke-18 M. Tanpa tedeng aling-aling, Will Durant dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith, juga mengakui bahwa para kimiawan Muslim di zaman kekhalifahanlah yang meletakkan fondasi ilmu kimia modern.

Menurut Durant, kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh peradaban Islam. "Dalam bidang ini (kimia), peradaban Yunani (seperti kita ketahui) hanya sebatas melahirkan hipotesis yang samar-samar," ungkapnya.

Sedangkan, peradaban Islam, papar dia, telah memperkenalkan observasi yang tepat, eksperimen yang terkontrol, serta catatan atau dokumen yang begitu teliti.Tak hanya itu, sejarah mencatat bahwa peradaban Islam di era kejayaan telah melakukan revolusi dalam bidang kimia.
Kimiawan Muslim telah mengubah teori-teori ilmu kimia menjadi sebuah industri yang penting bagi peradaban dunia. Dengan memanfaatkan ilmu kimia, Ilmuwan Islam di zaman kegemilangan telah berhasil menghasilkan sederet produk dan penemuan yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini.

Berkat revolusi sains yang digelorakan para kimiawan Muslim-lah, dunia mengenal berbagai industri serta zat dan senyawa kimia penting. Adalah fakta tak terbantahkan bahwa alkohol, nitrat, asam sulfur, nitrat silver, dan potasium--senyawa penting dalam kehidupan manusia modern--merupakan penemuan para kimiawan Muslim. Revolusi ilmu kimia yang dilakukan para kimiawan Muslim di abad kejayaan juga telah melahirkan teknik-teknik sublimasi, kristalisasi, dan distilasi. Dengan menguasai teknik-teknik itulah, peradaban Islam akhirnya mampu membidani kelahiran sederet industri penting bagi umat manusia, seperti industri farmasi, tekstil, perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.

Pencapaian yang sangat fenomenal itu merupakan buah karya dan dedikasi para ilmuwan seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Al-Majriti, Al-Biruni, Ibnu Sina, dan masih banyak yang lainnya. Setiap kimiawan Muslim itu telah memberi sumbangan yang berbeda-beda bagi pengembangan ilmu kimia. Jabir (721 M-815 M), misalnya, telah memperkenalkan eksperimen atau percobaan kimia. Ia bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian eksperimen. Salah satu ciri khas eksperimen yang dilakukannya bersifat kuantitatif. Ilmuwan Muslim berjuluk 'Bapak Kimia Modern' itu juga tercatat sebagai penemu sederet proses kimia, seperti penyulingan/distilasi, kristalisasi, kalnasi, dan sublimasi.

Sang ilmuwan yang dikenal di Barat dengan sebutan 'Geber' itu pun tercatat berhasil menciptakan instrumen pemotong, pelebur, dan pengkristal. Selain itu, dia pun mampu menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian.Berkat jasanya pula, teori oksidasi-reduksi yang begitu terkenal dalam ilmu kimia terungkap. Senyawa atau zat penting seperti asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, dan asam asetat lahir dari hasil penelitian dan pemikiran Jabir. Ia pun sukses melakukan distilasi alkohol. Salah satu pencapaian penting lainnya dalam merevolusi kimia adalah mendirikan industri parfum.


Muhammad Ibn Zakariya ar-Razi
Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa melakukan revolusi dalam ilmu kimia adalah Al-Razi (lahir 866 M). Dalam karyanya berjudul, Secret of Secret, Al-Razi mampu membuat klasifikasi zat alam yang sangat bermanfaat. Ia membagi zat yang ada di alam menjadi tiga, yakni zat keduniawian, tumbuhan, dan zat binatang. Soda serta oksida timah merupakan hasil kreasinya.Al-Razi pun tercatat mampu membangun dan mengembangkan laboratorium kimia bernuansa modern. Ia menggunakan lebih dari 20 peralatan laboratorium pada saat itu. Dia juga menjelaskan eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. "Al-Razi merupakan ilmuwan pelopor yang menciptakan laboratorium modern," ungkap Anawati dan Hill.

Bahkan, peralatan laboratorium yang digunakannya pada zaman itu masih tetap dipakai hingga sekarang. "Kontribusi yang diberikan Al-Razi dalam ilmu kimia sungguh luar biasa penting," cetus Erick John Holmyard (1990) dalam bukunya, Alchemy. Berkat Al-Razi pula industri farmakologi muncul di dunia.

Sosok kimiawan Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah Al-Majriti (950 M-1007 M). Ilmuwan Muslim asal Madrid, Spanyol, ini berhasil menulis buku kimia bertajuk, Rutbat Al-Hakim. Dalam kitab itu, dia memaparkan rumus dan tata cara pemurnian logam mulia. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang membuktikan prinsip-prinsip kekekalan masa --yang delapan abad berikutnya dikembangkan kimiawan Barat bernama Lavoisier.

Sejarah peradaban Islam pun merekam kontribusi Al-Biruni (wafat 1051 M) dalam bidang kimia dan farmakologi. Dalam Kitab Al-Saydalah (Kitab Obat-obatan), dia menjelaskan secara detail pengetahuan tentang obat-obatan. Selain itu, ia juga menegaskan pentingnya peran farmasi dan fungsinya. Begitulah, para kimiawan Muslim di era kekhalifahan berperan melakukan revolusi dalam ilmu kimia.
Dulu dunia islam sangat maju sebelum terjadi perang salib, mulai dari ilmu kedokteran, kimia, biologi, sosial, ilmu perbintangan/astronomi, aljabar, science, filsafat dll semua ada di perpustakaan baghdad irak.

dimana selama masa perang salib, banyak buku2 islam yang diambil, dan dibawa oleh pasukan salib dan sebagian lain dibakar oleh pasukan salib. karena pada saat terjadi serangan pasukan salibis, buku2 di perpustakaan baghdad dibakar dan dibuang ke sungai tigris. Jadi HAMPIR semua teknologi dan science yang ada di tangan orang2 barat berasal dari kebudayaan Islam.

Sedikit Sejarah Baghdad

DI mata sejarah, Baghdad adalah kota yang luar biasa berharga bagi umat manusia. Sebab, tak hanya molek dan menyimpan kekayaan peradaban masa silam, Baghdad juga menjadi saksi tingginya kebudayaan dan semangat keilmuan yang membawa umat manusia ke era kemajuan sains dan filsafat.

Angin kemajuan yang membawa Baghdad pada puncak keharuman reputasinya mulai bertiup 12 abad silam di kota itu. Atmosfer haus ilmu ini muncul terutama berkat dorongan kalangan istana ketika kekuasan Islam berada di tangan kekhalifahan Abbasiyah. Puncaknya, boleh dikata, terjadi pada saat khalifah kelima dinasti ini, Khalifah Harun ar-Rasyid, berkuasa.

Tak berapa lama setelah naik tahta, Harun ar-Rasyid mendirikan Bait al-Hikmah (lihat: Semangat Ilmiah dari Istana). Bait al-Hikmah ini merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pusat pendidikan tinggi. Dalam kurun dua abad, Bait al-Hikmah ternyata berhasil melahirkan banyak pemikir dan intelektual Islam. Di antaranya, nama-nama ilmuwan seperti Al-Khwarizmi dan Al-Battani.

Selain mereka berdua, kelak juga muncul nama-nama lain yang tidak asing lagi bagi dunia ilmu pengetahuan, seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Al-Ghazali, tiga filsuf Islam terkemuka. Al-Khwarizmi, yang bernama lengkap Abu Ja'far bin Musa al-Khwarizmi, lahir di Baghdad sekitar 780 M. Tokoh pemikir ini --sebagaimana telah disebut-- besar dan mereguk ilmu di Bait al-Hikmah.

Di tengah semangat Harun ar-Rasyid yang menggebu-gebu mengembangkan ilmu pengetahuan, agama, dan filsafat, Al-Khwarizmi mendapat kesempatan luas untuk mengembangkan ilmunya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Al-Khwarizmi bersama Banu Musa, sohibnya sesama penuntut ilmu di Bait al-Hikmah, bertugas menerjemahkan naskah-naskah ilmiah Yunani sambil memperdalam sekaligus mengajar aljabar, geografi, juga astronomi.

Dalam sejarah ilmu pengetahuan, kelak Al-Khwarizmi dikenal sebagai pengembang aritmetika dan geometri. Perhitungan logaritma diketahui berasal dari hasil pemikirannya. Karyanya yang sangat terkenal untuk bidang aritmetika dan geometri ini berjudul Kitab al-jabr wal muqabala. Lewat karyanya inilah Al-Khwarizmi memperkenalkan istilah yang belakangan dikenal sebagai aljabar.

Buku Aljabar Pertama

KITAB al-jabr wal muqabala adalah buku pertama tentang aljabar. Tiga abad setelah terbit, kitab bikinan Al-Khwarizmi itu memberi ilham kepada dunia Barat dalam soal angka nol dan ide untuk menyerap angka-angka Arab. Al-Khwarizmi juga dikenal sebagai ahli astronomi yang mendasarkan diri pada pemikiran Ptolemaeus, astronom Iskandariyah yang hidup di abad ke-2 (100-178 M).

Sumbangan pemikiran penting Al-Khwarizmi di bidang astronomi adalah pedoman penentuan garis lintang dan garis bujur untuk membuat peta, yang lebih akurat dibandingkan dengan temuan Ptolemaeus. Pada tahun wafatnya Al-Khwarizmi (850 M), lahirlah Al-Battani --bernama lengkap Abu Abdallah Mohammad ibn Jabir ibn Sinan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani.

Di masa muda, Al-Battani meninggalkan tanah kelahirannya, Harran --kini masuk wilayah Turki-- lalu bermukim di Baghdad sampai wafat pada usia 79 tahun. Selama berada di Baghdad, Al-Battani berhasil mengembangkan teori trigonometri dan astronomi. Seluruh pemikirannya di dua bidang itu tertuang dalam buku klasik berjudul Kitab al-Zij.

Lewat buku itu, Al-Battani menempatkan diri sebagai seorang di antara jejeran pakar geometri dan astronomi Islam. Untuk bidang trigonometri, Al-Battani inilah yang memperkenalkan rumus b sin (A) = a sin (90 - A). Ia juga melengkapi keberhasilannya dengan karya di bidang astronomi berupa tabel-tabel yang menjelaskan hasil pengamatannya terhadap matahari dan bulan, ditambah dengan katalog 489 bintang.

Berbagai penjelasan Al-Battani mengenai gerak matahari dan bulan malah disebut-sebut lebih tepat dibandingkan dengan Ptolemaeus. Malah, jarak bumi-matahari yang ia hitung ternyata berselisih sedikit sekali dengan hitungan modern yang berlaku kini. Karya Al-Battani yang paling berharga dan masih terus digunakan hingga hari ini adalah hitungan satu tahun sama dengan 365 hari 5 jam 48 menit dan 24 detik.

Seiring dengan kemajuan pemikiran di bidang keilmuan yang dibawa Al-Khwarizmi dan Al-Battani, Bait al-Hikmah juga membawa angin baru bagi pemikiran filsafat. Apalagi kekhalifahan masa itu sangat gandrung pada aliran Mu'tazillah yang memuja kebebasan berpikir. Filsuf pertama yang lahir dari lembaga itu tiada lain Abu Yusuf Ya'qub ibn Ishaq al-Kindi.

Read More..