Sedikitnya tiga spesies bakteri yang tidak pernah ditemukan di muka bumi ternyata ditemukan hidup di stratosfer, lapisan atas atmosfer. Penemuan tersebut merupakan hasil penelitian para ilmuwan India.
Perburuan kehidupan renik di atas bumi dilakukan menggunakan sebuah balon udara raksasa yang diterbangkan pada ketinggian antara 20-41 kilometer. Balon yang dioperasikan Tata Institute of Fundamental Reserach (TIFR) itu diterbangkan dari National Baloon Facility di Hyderabad.
Muatan balon tersebut membawa instrumen penelitian seberat 459 kilogram yang direndam dalam tabung silinder berisi 38 kilogram cairan neon. Instrumen tersebut didesain untuk mengumpulkan sampel dari udara di sekitarnya kemudian dijatuhkan dengan parasut. Sampel tersebut kemudian dianalisis Pusat Biologi Sel dan Molekul di Hyderabad dan Natural Center for Cell Science (NCCS).
Secara keseluruhan, instrumen mendeteksi 12 jenis bakteri dan enam jenis koloni jamur dari stratosfer. Sebanyak 98 persen di antaranya memiliki sifat genetik yang sama dengan mikroorganisme sejenis di bumi.
Namun, tiga bakteri ini di antaranya benar-benar baru. Masing-masing dinamai PVAS-1, B3 W22, dan B8 W22. Dibandingkan sebagian besar lainnya, ketiga bakteri sama-sama memiliki daya tahan terhadap paparan sinar ultraviolet.
PVAS-1 masuk dalam genus Janibacter dan telah diberi nama ilmiah Janibacter hoylei sp. nov. untuk menghormati seorang pakar astrofisika terkemuka Fred Hoyle. Bakteri kedua B3 W22 diberi nama Bacillus isronensis sp. nov. yang diambil dari ISRO (Indian Space Research Organization). Adapun bakteri ketiga diberi nama Bacillus aryabhata dari nama astronom legendaris dari India dan juga nama satelit pertama buatan ISRO.
Ubur-Ubur Pelangi
⊆ 18.27 by verstehen | ˜ 0 komentar »
Seekor ubur-ubur yang hidup di perairan Pulau Tasmania, Australia, sangat unik dengan nyala warna-warni pelangi, merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu berderet di bagian bawah tubuhnya. Saking uniknya, seorang pakar ubur-ubur pun langsung yakin bahwa ubur-ubur itu sebagai spesies baru waktu melihatnya pertama kali.
Warna-warni pelangi terlihat di bagian cilia, sepasang alat tubuh mirip rambut yang bergerak serempak saat ubur-ubur berenang di perairan. Nyala pelangi tersebut tidak dihasilkan sendiri oleh tubuh ubur-ubur seperti hewan bioluminiscent, tetapi dari pantulan cahaya yang jatuh ke permukaan cilia tersebut.
"Spesies baru ini masuk dalam Ctenophora, kelompok hewan yang aneh dan belum banyak diketahui," kata Lisa Gershwin yang merupakan kurator ilmu alam di Museum dan Galeri Seni Ratu Victoria di Tasmania. Untuk seekor ubur-ubur, ukuran tubuhnya relatif besar dengan panjang 13 sentimeter.
Meski demikian, tubuh hewan tak bertulang belakang itu sangat rapuh. Buktinya, saat terkena jaring untuk diangkat ke permukaan, tubuhnya langsung rusak.
Gershwin menemukannya saat melakukan observasi menggunakan tangki khusus yang memudahkannya mengamati hewan-hewan bawah air. Ini merupakan spesies ubur-ubur ke-159 yang pernah ditemukannya.
Teleskop Hubble
⊆ 21.59 by verstehen | ˜ 2 komentar »Teleskop Antariksa Hubble (Hubble Space Telescope), adalah nama yang diberikan untuk sebuah teleskop antariksa yang dioperasikan oleh Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA. Teleskop ini telah dirancang sejak tahun 1970. Pada tahun 1977, proyek ini mendapatkan persetujuan dari kongres Amerika Serikat, dan nama "Hubble" diberikan kepada wahana ini pada tahun 1984 sebagai penghormatan terhadap astronom Edwin Hubble.
Hubble diluncurkan dari pesawat ulang alik Discovery pada tanggal 15 April 1990. Dari tahap perencanaan hingga peluncuran Hubble memakan waktu hingga 20 tahun, termasuk beberapa tahun penundaan akibat bencana Challenger (Januari 1986). Lamanya waktu yang dibutuhkan juga akibat besarnya dana untuk proyek ini yang mencapai 1,55 miliar USD.
Secara fisik, Hubble berbentuk sebuah silinder alumunium selebar 4,3 m dengan panjang 13 m dengan dua buah panel surya sepanjang 12 meter yang terpasang pada masing-masing sisinya sebagai sumber tenaga. Panel surya pada Hubble didesain untuk dapat berputar sedemikian rupa sehingga kemanapun teleskop tersebut mengarah, panel tersebut dapat terus menerima sinar matahari secara penuh.
Cermin sekunder pada Hubble dipasang pada fokus cermin utama yang berdiameter 2,35 m (8 kaki) memantulkan cahaya pada lima buah instrumen yang berada di Hubble. Masing-masing instrumen dipasang pada tempat yang terpisah, dengan demikian instrumen-instrumen tersebut dapat dipindah-pindah sesuai dengan kebutuhan. Sebuah kamera dengan bidang pandang sempit yang dibuat oleh European Space Agency (ESA) digunakan untuk keperluan pengamatan visual maupun pengamatan terhadap pancaran sinar ultra violet dan inframerah (near-infrared) dari spektrum suatu objek. Kamera lainnya memiliki bidang pandang 40 kali lebih lebar, namun dengan resolusi yang lebih rendah. Juga tersedia Fotometer dan Spektograf yang mampu mengamati objek redup dengan resolusi tinggi.
Kamera yang terpasang pada Hubble tidak menggunakan film sebagaimana kamera konvensional yang kita kenal. Kamera yang biasa disebut CCD (Chart Coupled Device) tersebut bekerja dengan mengumpulkan cahaya pada detektor elektronik, mirip seperti prinsip kerja kamera digital. Spektograf memisahkan cahaya bintang menjadi warna-warna tertentu, sama seperti prisma yang menguraikan sinar matahari menjadi warna-warni pelangi. Dengan menganalisis warna hasil penguraian oleh spektograf, para astronom dapat memperkirakan temperatur, pergerakan, komposisi maupun usia sebuah bintang.
Setiap hari, Hubble mengirimkan data antara 3 hingga 5 GB (gigabytes), serta mendistribusikan antara 10 hingga 15 GB data kepada para astronom di seluruh dunia. Sebuah antena radio memungkinkan Hubble berkomunikasi dengan pengontrol misi yang berlokasi di Goddard Space Flight Center. Dari fasilitas Space Telescope Operations Control Center (STOCC), para teknisi mengendalikan Hubble selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, sepanjang 20 tahun jangka waktu pengoperasian teleskop ini.
Dengan program yang disebut Control Center System (CCS), pengendali misi mengirimkan instruksi detail beberapa kali dalam sehari. Lebih dari 100.000 instruksi dikirimkan ke Hubble pada setiap minggunya. Instruksi-instruksi ini dikonversikan dalam bentuk kode yang dapat diproses oleh komputer utama pada Hubble. Saat Hubble mengamati suatu target, komputer didalamnya akan merubah informasi yang didapat menjadi data digital yang kemudian akan dikirimkan melalui gelombang radio ke satelit komunikasi yang selanjutnya akan diterima oleh pengendali misi. Dari sini, data dikirimkan ke Space Telescope Science Institute di Baltimore untuk pengolahan lebih lanjut. Gambar-gambar yang diambil oleh Hubble disimpan dalam optical disk. Observasi oleh Hubble dalam sehari menghasilkan data yang sama besarnya dengan sebuah ensiklopedia!
Orbit Hubble
Hubble tergolong satelit orbit rendah (Low Earth Orbiting, LEO). Ia mengorbit pada ketinggian 600 km diatas permukaan bumi. Dalam ketinggian tersebut, Hubble dapat mengorbit Bumi rata-rata sekali setiap 97 menit pada kecepatan sekitar 27.200 km/jam dengan garis edar condong ke arah katulistiwa dengan sudut 28,5ยบ.
Tidak seperti anggapan kebanyakan orang, Hubble (dan juga satelit orbit rendah lainnya) sebenarnya tidak mengorbit dalam ruang yang betul-betul hampa udara. Daerah orbit yang ditempati oleh Hubble dikenal sebagai thermosfer atau atmosfir bagian luar. Di daerah ini, gas-gas yang membentuk atmosfir masih ada walaupun sangat tipis. Satelit yang mengorbit di daerah ini dapat mengalami efek keberadaan atmosfir dalam bentuk tahanan aerodinamik.
Adanya efek ini menyebabkan sebuah satelit orbit rendah dapat kehilangan ketinggian dalam tempo beberapa tahun setelah peluncurannya. Apabila tidak dilakukan usaha untuk memperbaiki ketinggian orbit, maka satelit dapat memasuki atmosfir bumi (deorbit) dan akhirnya musnah terbakar. Peristiwa ini dikenal sebagai Orbital Decay. Makin rendah orbit sebuah satelit, makin besar pula kekuatan tahanan aerodinamik yang diterimanya. Untuk menghindarinya, maka satelit harus diletakkan pada orbit setinggi mungkin.
Lapisan atmosfir penyebab tahanan aerodinamik ini juga meningkat akibat pemanasan oleh Matahari. Energi panas dari Matahari memiliki intensitas yang bervariasi dalam suatu siklus tertentu yang berulang setiap 11 tahun. Saat intensitas ini mencapai puncaknya dikenal sebagai "solar maximum". Saat terjadinya solar maximum, densitas atmosfir pada semua ketinggian mengalami peningkatan, dan efek hambatan yang diterima satelit jauh lebih besar dari biasanya. Energi matahari dapat diukur dengan berbagai cara. Salah satu yang paling umum adalah melalui penghitungan bintik matahari (sunspots) dan pengukuran emisi radio (solar flux).
Hubble sendiri sangat rentan terhadap bahaya orbital decay, karena itu baik orbit maupun intensitas panas matahari yang diterimanya selalu dimonitor secara ketat. Apabila satelit mengalami kehilangan ketinggian, maka ia harus dikembalikan ke ketinggian yang lebih besar. Beberapa jenis satelit memiliki sebuah roket pendorong yang khusus digunakan untuk meningkatkan ketinggian. Hubble sendiri tidak memiliki mesin roket pendorong dalam bentuk apapun, karena itu satu-satunya cara untuk mengembalikan ketinggian orbit Hubble adalah dengan menangkap dan memindahkannya secara langsung. Hal ini dilakukan oleh misi ulang-alik dalam misi layanan (service missions) dan diistilahkan sebagai "reboost". Pada Hubble, reboost sudah dilakukan sebanyak tiga kali, dan terakhir dilakukan oleh misi ulang-alik Columbia pada awal bulan Maret 2002.
Lensa Kontak
Beberapa waktu setelah diluncurkan, diketahui bahwa cermin utama pada Hubble tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kikiran cermin utama Hubble yang dibuat oleh perusahaan Perkin-Elmer itu terlalu datar sehingga cahaya yang jatuh pada permukaannya tidak dapat dipantulkan secara terfokus. Gambar benda-benda langit yang didapat cenderung menyebar sehingga nampak kabur. Akibatnya, dibutuhkan waktu yang terlalu lama bagi para astronom untuk dapat menganalisis gambar-gambar kiriman Hubble. Masalah lain juga ditemui pada salah satu panel surya dari Hubble yang bergoyang-goyang karena terpanasi oleh sinar Matahari. Sementara itu, 3 giroskop rusak serta beberapa peralatan pengukuran juga tidak dapat berfungsi dengan baik.
Sudah barang tentu hal ini mengecewakan para astronom dan anggota tim yang terlibat. Belum lagi kekesalan warga Amerika Serikat sendiri karena dana milyaran Dolar yang digunakan untuk membiayai proyek Hubble berasal dari pajak yang mereka bayarkan ke kas negara. Selama berhari-hari kegagalan ini menjadi berita besar dimana-mana.
Untungnya, para ahli yang terlibat dalam proyek ini memiliki solusi untuk mengatasi masalah pada cermin utama Hubble, yaitu dengan memasang semacam "lensa kontak", sama halnya dengan orang yang mengalami cacat mata miopi (rabun jauh). Pada tahun 1991, NASA menyiapkan program kilat untuk menyiapkan cermin koreksi guna mengatasi masalah tersebut. Cermin koreksi yang diberi nama COSTAR (Corrective Optics Space Telescope Axial Replacement) tersebut terdiri atas 10 buah cermin perak seukuran uang logam yang tersusun sedemikian rupa sehingga setelah dipasang akan membantu memfokuskan cahaya yang dipantulkan oleh permukaan cermin utama yang bermasalah pada Hubble.
Cermin senilai USD 625 juta tersebut dipasang oleh para awak pesawat ulang-alik Endeavour yang diluncurkan tanggal tanggal 6 Desember 1993. Selain memasang lensa COSTAR, para awak Endeavour juga bertugas mengganti salah satu panel surya dan tiga giroskop yang rusak pada Hubble. Pemasangan COSTAR dilakukan pada hari ketujuh setelah peluncuran oleh astronaut Kathryn Thornton. Ini bukanlah tugas yang mudah karena pemasangan lensa korektif yang ditempatkan dalam kotak seberat 272 kg ini hanya mentoleransi ketidaktepatan sebesar 0,005 inchi (0,125 mm).
Operasi perbaikan ini berlangsung dengan sukes dan memperoleh hasil yang menggembirakan. Dua bulan sesudahnya Hubble dapat mengirimkan gambar-gambar yang jauh lebih tajam dibandingkan saat sebelum perbaikan.
Memandang Masa Lalu
Selama ini, pengamatan berbasis di Bumi, walaupun dilakukan dari puncak gunung tertinggi, selalu terhambat oleh lapisan atmosfer Bumi. Belum lagi masalah polusi cahaya oleh lampu di perkotaan yang saat ini menjadi masalah serius bagi sebagian besar observatorium. Penggunaan teleskop antariksa semacam Hubble dianggap merupakan jawaban terhadap persoalan semacam ini.
Tanpa terganggu oleh awan dan debu atmosfer, pengamatan melalui teleskop Hubble dapat menembus jarak tujuh kali lebih jauh dan mendeteksi objek 50 kali lebih gelap dibandingkan dengan teleskop terbaik yang ada di Bumi saat ini. Hubble bahkan dapat menangkap citra benda-benda langit yang berjarak 15 milyar tahun cahaya dari Bumi. Lantas apakah arti jarak ini?
Memandang langit adalah memandang masa lalu, menembus ruang dan waktu. Bila dalam satu detik sebuah partikel cahaya mampu menempuh jarak 300.000 km, maka jarak yang ditempuh dalam setahun adalah 9 trilyun km. Bisa dibayangkan seberapa jauhnya jarak sebesar 15 milyar tahun cahaya itu. Karena kecepatan cahaya adalah konstan, maka sekaligus kita dapat mengetahui bahwa cahaya dari objek sejauh itu memerlukan 15 milyar tahun untuk dapat sampai ke Bumi. Ketika cahayanya sampai ke Bumi, objek itu sendiri mungkin sudah musnah, namun cahaya yang tertangkap dapat membawa kisah masa lalu kosmos yang tidak ternilai harganya.
Perhitungan para kosmolog menunjukkan bahwa usia alam semesta tidak terlalu jauh dari angka 15 milyar tahun. Dengan mengamati objek sejauh itu, para astronom berharap dapat menyibak rahasia masa lalu kosmos, bahkan memperoleh gambaran tentag proses "penciptaan" alam semesta.
Benda-benda terjauh yang dapat dideteksi melalui teleskop non-visual selama ini adalah objek-objek kuasi stelar yang memancarkan energi amat dahsyat yang tidak lain terdiri dari galaksi-galaksi berinti aktif yang diduga memiliki lubang hitam maharaksasa di pusatnya (dugaan ini kemudian terbukti kebenarannya berdasarkan pengamatan Hubble tahun 2002). Banyak diantara objek ini yang berjarak 12 - 13 milyar tahun cahaya. Diduga benda-benda inilah yang terletak di "tepi" ruang-waktu kosmos yang berarti menyimpan misteri kosmos tidak lama setelah penciptaan.
Pengamatan melalui teleskop Hubble diharapkan mampu membantu para astronom dalam mendefinisikan kembali skala kosmos, laju pengembangan kosmos--yang juga berarti umurnya, bahkan menyingkap rahasia "materi gelap" yang diyakini para astronom mengisi hampir 90% massa kosmos.
Keunikan Galapagos
⊆ 21.59 by verstehen | ˜ 0 komentar »Kepulauan Galapagos adalah rumah bagi berbagai spesies binatang langka yang endemik di gugus pulau vulkanis yang terisolasi di Samudra Pasifik. Satwa dengan karakteristik berbeda dengan binatang serupa yang dijumpai Charles Darwin di Inggris itulah yang menjadi bukti kunci dalam studinya tentang evolusi spesies. Darwin dan beberapa sahabatnya, termasuk Alfred Wallace, sudah lama tertarik pada proses pembentukan spesies dan membuat teori untuk menjelaskan perubahan itu. Namun, satwa-satwa aneh yang ditemukannya di Galapagos yang akhirnya mencerahkan benak Darwin dan menjadi dasar teori seleksi alam yang mengubah ilmu biologi selamanya. Ketika naturalis Inggris muda itu mendarat di Pulau San Cristobal, Galapagos, pada 1835, dia membandingkan tempat yang panas dan berdebu tersebut dengan api neraka dan terkejut melihat binatang berbentuk ganjil yang kelihatannya tak takut kepada manusia. Binatang liar yang hidup di Galapagos memang hampir tak pernah bersinggungan dengan manusia sehingga mereka tak punya alasan untuk takut. Ketika manusia pertama kali menginjak kepulauan itu pada 1535, satwa di sana telah menghabiskan ribuan tahun beradaptasi dengan lingkungan yang menjadi rumahnya. Terletak 805 kilometer dari pantai barat Amerika Selatan, kondisi unik dari kepulauan yang terisolasi itu menciptakan beragam jenis binatang yang berbeda dengan kerabatnya di belahan dunia lainnya. Bahkan antarpulau pun menunjukkan ciri berlainan. Kura-kura raksasa, misalnya, tumbuh begitu besar karena nenek moyangnya, kura-kura kecil yang berenang dari daratan ke pulau itu, tidak perlu lagi bersembunyi karena tidak adanya predator di sana. Darwin mengobservasi kura-kura raksasa, iguana, dan singa laut di Galapagos, tapi beragam spesies burung di pulau itu menangkap perhatiannya. Tak kurang dari 85 persen burung Galapagos tidak bisa ditemukan di tempat lainnya, termasuk burung finch, yang terkenal. Ada 13 spesies burung finch yang endemik di Kepulauan Galapagos. Bentuknya serupa dengan burung finch di Eropa, kecuali ukuran dan bentuk paruhnya. Paruh itu membantu mereka mengeksplorasi sumber makanan yang berbeda di kepulauan tersebut. Beberapa di antaranya makan seperti burung pelatuk, ada pula yang menggunakan ranting untuk menggali serangga keluar dari lubang, sedangkan yang lain mematuki kutu dari punggung kura-kura. Selama lima pekan pada 1835, Darwin melakukan observasi tentang burung-burung aneh di setiap pulau, namun belum punya gagasan apa pun tentang perbedaan itu. Baru pada 1839, Darwin berhasil menelurkan teorinya tentang seleksi alam setelah membandingkan hasil pengamatannya dengan hasil pengamatan rekannya sesama ilmuwan. Dia menduga setiap binatang yang dikumpulkannya telah beradaptasi dalam lingkungan yang spesifik selama beberapa generasi karena nenek moyangnya memiliki karakteristik yang sesuai bagi kelangsungan hidupnya dan keturunannya. Gagasan bahwa binatang berkembang secara bertahap dari sederhana menjadi kompleks ini sebenarnya sudah dikemukakan naturalis lain pada akhir abad ke-18, namun mereka tak bisa menjelaskan bagaimana transformasi itu terjadi. Seleksi alam yang terekam di Kepulauan Galapagoslah membuktikan teori tersebut. Meski memiliki semua bukti, baru 20 tahun kemudian Darwin merasa cukup yakin untuk mempublikasikan bukunya yang termasyhur, The Origin of Species.
Meluruskan Silang Pendapat tentang Teori Evolusi Biologis
⊆ 17.56 by verstehen | ˜ 0 komentar »LIMA puluh tahun lalu, tepatnya 25 April 1953, persoalan struktur tiga dimensi asam nukleat atau DNA, sebagai materi
pembawa informasi genetis terpecahkan melalui kerja keras JD Watson, FHC Crick, MHF Wilkins, dan si cantik, Rosalind
E Franklin. Sebulan kemudian, 30 Mei 1953, implikasi biologis terhadap penemuan tersebut diuraikan. Sambil mengingat
kembali kejadian 50 tahun lalu, kita diramaikan oleh perdebatan sengit antara Wildan Yatim, dosen senior Biologi Sel dari
Universitas Padjadjaran, dan Taufikurahman, staf pengajar pada Departemen Biologi FMIPA ITB. Yang diperdebatkan itu
tidak tanggung-tanggung: Teori Evolusi!
PERDEBATAN yang disuguhkan Kompas (23 April 2003 dan 8 Mei 2003) itu diawali dengan paparan Wildan Yatim dalam
artikelnya yang berjudul "Ada Bantahan terhadap Teori Evolusi?" Dalam tulisan tersebut, Wildan menolak keras press
release Taufikurahman yang mengusulkan agar pelajaran Biologi direvisi.
Sambil menolak keras usulan tersebut, Wildan menghadapmukakan pandangan seorang penulis asal Turki, Harun
Yahya, yang menurut Wildan menjadi acuan Taufikurahman menolak Teori Evolusi Darwin, dengan keempat tesis utama
Charles Robert Darwin tentang evolusi biologis. Penolakan Wildan tersebut disokong dengan pendapat para ahli biologi
pendukung Teori Seleksi Alamiah Darwin, seperti Alfred R Wallace, Ernst Haeckel, serta data yang bertebaran dalam
bidang-bidang penyelidikan ilmu-ilmu hayati.
Penolakan Wildan terhadap ide untuk merevisi pelajaran Biologi berdasarkan pemahaman yang menurut dia telah out of
date dan tidak ilmiah itu memecut rasa kejantanan sang dosen ITB tersebut, "Sudah lama saya meragukan keabsahan
teori Darwin", dan "bukan semata-mata karena saya membaca buku-buku karangan seorang penulis Turki bernama
Harun Yahya seperti yang dituduhkan Wildan Yatim," demikian Taufikurahman. Dasar penolakan yang digunakan
Taufikurahman menolak Teori Evolusi Darwin lebih merupakan alasan keyakinan agama bahwa Tuhan adalah pencipta
semua makhluk hidup di dunia.
Untuk mempertahankan pendapatnya, Taufikurahman juga menyitir silang pendapat dari berbagai kalangan, termasuk
debat Bishop Oxford Samuel Wilberforce dengan Thomas Huxley pada pertemuan tahunan The British Association for the
Advancement of Science di musim panas 1860. Sayang sekali, dalam debat yang dimoderatori oleh guru yang paling
dikagumi C Darwin ialah Prof John Stevens Henslow, lidah sang Bishop "terpeleset" dengan pertanyaan, "kakek atau
neneknya (T Huxley)-kah yang berasal-usul kera?".
Taufikurahman juga mendebat Teori Evolusi Darwin dengan Teori Punctuated Equilibrium Stephen Jay Gould dan Niles
Eldredge yang mereka sendiri sebenarnya tidak menolak Teori Seleksi Alamiah. Taufikurahman salah menafsirkan
punctuated equilibrium dan menjadikannya "tidak bunyi".
Stephen Jay Gould dalam artikelnya di Scientific American, Oktober 1994, berjudul "The Evolution of Life on the Earth"
mengatakan, "Natural Selection is on immensely powerful yet beautifully simple theory that has held up remarkably well,
under intense and unrelenting scrutiny and testing for 135 years".
Lebih lanjut, titik-titik lemah argumentasi C Darwin terhadap Teori Seleksi Alamiah juga dipakai Taufikurahman sebagai
landasan menolak teori tersebut. Padahal, self-critic menjadi demikian luar biasa bagi C Darwin merumuskan teorinya
yang lain, yaitu seleksi seksual. Dengan bertambah banyaknya data-data molekuler dan paleontologi, keraguan-keraguan
terhadap teori Darwinian semakin samar-samar hilang.
Saya menduga Taufikurahman dalam menanggapi Wildan Yatim dipengaruhi (atau barangkali berasal dari) pandangan-
pandangan yang terdapat dalam buku karangan Vernon Blackmore dan Andrew Page berjudul Evolution the Great Debate.
Jika ini benar, maka sekali lagi, sayang sekali, karena mengenai buku tersebut, sang penulis mengatakan, "This book is
not about the rights and wrongs of evolution or creation science… For there is a much more fascinating story to be told: the
history of the idea of evolution itself and in its wake the troubled waters of religious argument" (Halaman Pendahuluan).
Menurut saya, pandangan Harun Yahya dan Taufikurahman tentang evolusi biologis tidak bergerak sedikit pun dari
pandangan tentang asal-usul kehidupan di Bumi yang dianut C Linnaeus 250 tahun silam yang telah usang itu.
Pandangan mereka, seperti yang disitir Wildan, seiras dictum C Linnaeus. "Species tot sunt, quot diversas formas ab initio
produxit Infinitum Ens (Spesies yang ada sebanyak yang dihasilkan pada permulaan oleh The Infinite).
Sebenarnya, C Linnaeus pernah "terantuk" dengan data yang seharusnya dapat membuatnya keluar dari pemahaman
bahwa spesies bersifat tetap (fixed), yaitu ketika ia berhadapan dengan sampel tumbuhan yang dikirim oleh seorang
mahasiswa.
Morfologi tumbuhan tersebut persis sama dengan Linaria vulgaris, kecuali bunganya yang setangkup melingkar (radially
symmetrical), disebut peloric. Padahal, Linaria tipe asli (wild type) memiliki bunga yang setangkup bilateral (bilateral
symmetry). Kalau mengikuti sistem tata nama yang dikembangkan C Linnaeus, seharusnya tumbuhan tersebut
digolongkan sebagai spesies baru. C Linnaeus mencatat kebingungan ini sebagai suatu monstrous flower.
Pembuktian molekuler oleh kelompok Enrico Coen dari John Innes Centre di Norwich, Inggris, dan Theissen G dari Max-
Planck Institut di Kohl, Jerman, menegaskan bahwa sebenarnya baik si tumbuhan aneh itu maupun si Linaria vulgaris
merupakan tumbuhan yang sama, tetapi si peloric memiliki satu gen yang ekspresinya terbungkam (silenced) karena
reaksi metilasi dipermukaan gen LCYC (Nature 401:157-161 dan Bioessays 22:209-13).
Masalah mendasar yang harus ditolak dari cara berpikir Taufikurahman ialah bahwa dasar penolakannya terhadap Teori
Evolusi Darwin berdasarkan keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta semua makhluk hidup di dunia. Bukan berarti
bahwa saya tidak setuju dengan keyakinan agamawi tersebut, tetapi cara berpikirnya yang menurut saya meloncat ke
ranah (domain) nonilmiah (ke keyakinan), membuat keyakinannya itu berada di luar jangkauan teori ilmiah, dan oleh
sebab itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah pula.
Hal inilah yang menimbulkan ketidaksetangkupan argumentasi antara Taufikurahman dan Wildan Yatim. Wildan mencoba
mengatakan teori Darwin tentang proses evolusi sebagai teori ilmiah. Ia menunjuk kepada metode induktif Darwin yang
berangkat dari fakta-fakta dan observasi-observasi yang dibuatnya sendiri, dan merampatkannya ke dalam argumen-
argumen Teori Seleksi Alamiah yang termuat di dalam The Origin: "As many more individuals are produced than can
possibly survive, there must in every case be a struggle for existence…"
Apakah Taufikurahman harus diyakinkan lebih faktual lagi oleh paleontologis lokal di Sangiran dekat Solo atau oleh para
paleontologis sekaliber Prof Teuku Jakob bahwa tidak mungkin memperoleh fosil Homo Erectus pada formasi Kalibeng,
yaitu formasi paling bawah dari kubah (dome) Sangiran? Homo Erectus, dengan jumlah yang ditemukan telah mencapai
hampir 80, semuanya hanya ditemukan pada formasi yang lebih di atasnya, yaitu formasi Pucangan, suatu formasi yang
terbentuk 700.000- 1.800.000 tahun silam di kala Pleistosen, dan formasi kubah yang berumur lebih muda, yaitu 125.000-
700.000 tahun silam.
Jadi pertanyaan bernada menantang "Ada Bantahan terhadap Teori Evolusi Darwin?" bukanlah pertanyaan
teologisfilosofis, tetapi suatu pertanyaan ilmiah yang harus dijawab secara ilmiah pula. Kesalahan kebanyakan orang,
termasuk Bishop Oxford Samuel Wilberforce dan Taufikurahman, adalah menafsirkan Teori Seleksi Alamiah di luar ranah
ilmiah, yang kebenarannya tentu berada di luar jangkauan kebenaran yang dibatasi oleh cara ia diperoleh!
Sebaliknya, terdapat ganjalan yang harus diluruskan dari jalan berpikir Wildan Yatim. Pada awal perbincangannya, Wildan
merujuk kepada persoalan mekanisme evolusi. Namun, kemudian ia menghantam Yahya dan Taufikurahman dengan
suguhan evolusi sebagai fakta-fakta. Bukankah fakta-fakta yang sama itu telah ada semasa C Linnaeus? Tetapi mengapa
C Linnaeus masih menganut faham penciptaan?
Lebih lanjut, Wildan Yatim tidak secara jernih menggagas Teori Evolusi Molekuler sebagai bagian dari proses penjernihan
Teori Evolusi Darwin. Ia bahkan terlalu menyederhanakan keragaman genetika sebagai akibat dari transposon-
transposon.
Mutasi imbasan (induced mutation) juga berlangsung dalam proses ekspansi nukleotida-nukleotida berulang (repeated
DNA). Hasil-hasil penelitian terakhir bahkan membeberkan jembatan-jembatan interaktif antara lingkungan dan bahan
genetika melalui epigenetika, yang menurut saya merupakan wilayah yang harus menjadi ajang utama (selain mutasi
DNA dan mutasi kromosomal secara langsung) dalam pembentukan variabilitas hayati.
Kelemahan lain Wildan Yatim terletak pada kebersikukuhan argumentasinya kepada tesis-tesis yang terlalu berkutat pada
Darwinisme klasik: muncul dan hilangnya suatu keragaman hayati pada aras gen-gen, gamet, organisme individual, atau
pada aras yang lebih tinggi, sebagai akibat dari perjuangan hidup.
Kalau kita ingin melihat Teori Evolusi Darwin sebagaimana yang dipahami saat sekarang, kita seharusnya tidak
melupakan kerja keras zoologis Ernst Mayr dan Julian Huxley, paleontologis George Gaylord Simpson, ahli tumbuhan
George Ledyard Stebbins, ahli genetika Sewall Wright, ahli matematika RA Fisher, dan JBS Haldane, serta ahli genetika
Theodosius Dobzhansky, yang berhasil menyimpulkan Teori Seleksi Alamiah C Darwin dengan Teori Penurunan Sifat G
Mendel ke dalam Teori Sintetik tentang evolusi pada tahun 1920-an hingga 1930-an.
Teori Sintetik melihat bahwa evolusi merupakan akibat pembentukan variasi-variasi baru dan penggantian variasi lama
dengan variasi yang baru.
Kedua tahapan ini digerakkan oleh paling tidak enam hal berikut. Pertama, proses-proses yang menghasilkan variasi atau
proses-proses mutasional.
Kedua, proses-proses yang mempersempit ruang gerak dari jenis variasi yang dihasilkan.
Ketiga, proses-proses yang mengubah frekuensi dari setiap variasi-variasi sebagai suatu fenomena populasi.
Keempat, proses-proses adaptif, yaitu proses-proses yang meningkatkan kemampuan varian-varian beradaptasi dengan
lingkungan.
Kelima, proses-proses yang menentukan kecepatan evolusi tanpa perlu harus membuat pembedaan di dalam suatu
populasi.
Keenam, proses-proses yang menentukan arah perubahan tanpa harus membuat pembedaan di dalam populasi.
Tantangan yang cukup keras terhadap Teori Seleksi Alamiah datang dari hasil penelitian Motto Kimura, Tomoko Ohta, JL
King, dan TH Jukes yang memunculkan Teori Netral tentang Evolusi (Neutral Theory of Evolution).
C Darwin mengatakan, "Natural Selection is daily and hourly scrutinizing, throughout the world, the slightest variations;
rejecting those that are bad, preserving and adding-up all that are good; silently and insensibly working, whenever and
wherever opportunity offers, at the improvement of each organic being in relation to its organic and inorganic conditions of
life" (C Darwin, The Origin Of Species, hal 99).
Kalau proses evolusi berlangsung seperti yang dirumuskan C Darwin tersebut, seharusnya terdapat hubungan yang
sangat berarti antara variasi molekuler di tingkat DNA dan perubahan fenotipik. Namun, ternyata terdapat selang (gap)
antara penampilan morfologi dengan mutasi-mutasi di tingkat urutan asam nukleat.
Mereka menemukan pada tingkat molekuler bahwa eliminasi selektif dari mutan-mutan yang dengan pasti bersifat negatif
terhadap pembawanya dan fiksasi acak mutan-mutan yang bersifat netral secara selektif atau yang bersifat sedikit
merugikan dari pembawanya terjadi jauh lebih sering di dalam evolusi ketimbang seleksi positif Darwinian dari mutan-
mutan yang telah diketahui menguntungkan (Kimura dan Ohta, 1974: Proc. Nat. Acad. Sci. USA: 2848-2852). Kimura dan
Ohta juga menemukan bahwa kecepatan evolusi asam amino fungsional pada suatu protein memiliki kecepatan yang
konstan dan bersifat khas untuk tiap organisme.
Teori Netral tentang Evolusi tidak mengklaim bahwa seleksi alamiah tidak berlangsung, namun teori ini menunjukkan
bahwa seleksi alamiah bukanlah satu-satunya gaya yang bekerja di dalam mekanisme evolusi. Ada gaya-gaya penting
lain yang bekerja bersama-sama mengarahkan proses evolusi biologis.
Dengan demikian, walaupun seleksi alamiah berlangsung sebagai pemain yang tak terelakkan di panggung sejarah
evolusi hayati, alam masih membiarkan adanya ruang bagi beroperasinya kegirangan, kesukaan hidup, dan tentunya
kreativitas, seperti yang dikatakan ahli Fisika cum-biologiwan Erwin Schrodinger dalam bukunya, What is Life, demikian:
"An organism must have a comparatively gross structure in order to enjoy the benefit of fairly accurate laws, both for its
internal life and for its interplay with the external world".
Kepada Taufikurahman, saya ingin ingatkan bahwa kesempatan untuk mengambil bagian dalam arus perubahan yang
dihasilkan oleh sains akan menjadi sulit dilalui apabila bangsa kita dengan sengaja menempatkan dengan sengaja
rintangan-rintangan ke jalan yang akan kita lalui sebagai bangsa-termasuk memasung keilmiahan pelajaran Biologi di
SMP atau SMA, apalagi di universitas. Jika panggung sejarah telah menyaksikan hegemoni Barat terhadap peradaban
dunia, hal ini akibat dari satu faktor utama: sains!
ISLAM DAN KIMIA
⊆ 17.47 by verstehen | ˜ 3 komentar »Ilmu kimia merupakan sumbangan penting yang telah diwariskan para kimiawan Muslim di abad keemasan bagi peradaban modern. Para ilmuwan dan sejarah Barat pun mengakui bahwa dasar-dasar ilmu kimia modern diletakkan para kimiawan Muslim. Tak heran, bila dunia menabalkan kimiawan Muslim bernama Jabir Ibnu Hayyan sebagai 'Bapak Kimia Modern'."Para kimiawan Muslim adalah pendiri ilmu kimia," cetus Ilmuwan berkebangsaan Jerman di abad ke-18 M. Tanpa tedeng aling-aling, Will Durant dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith, juga mengakui bahwa para kimiawan Muslim di zaman kekhalifahanlah yang meletakkan fondasi ilmu kimia modern.
Menurut Durant, kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh peradaban Islam. "Dalam bidang ini (kimia), peradaban Yunani (seperti kita ketahui) hanya sebatas melahirkan hipotesis yang samar-samar," ungkapnya.
Sedangkan, peradaban Islam, papar dia, telah memperkenalkan observasi yang tepat, eksperimen yang terkontrol, serta catatan atau dokumen yang begitu teliti.Tak hanya itu, sejarah mencatat bahwa peradaban Islam di era kejayaan telah melakukan revolusi dalam bidang kimia.
Kimiawan Muslim telah mengubah teori-teori ilmu kimia menjadi sebuah industri yang penting bagi peradaban dunia. Dengan memanfaatkan ilmu kimia, Ilmuwan Islam di zaman kegemilangan telah berhasil menghasilkan sederet produk dan penemuan yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini.
Berkat revolusi sains yang digelorakan para kimiawan Muslim-lah, dunia mengenal berbagai industri serta zat dan senyawa kimia penting. Adalah fakta tak terbantahkan bahwa alkohol, nitrat, asam sulfur, nitrat silver, dan potasium--senyawa penting dalam kehidupan manusia modern--merupakan penemuan para kimiawan Muslim. Revolusi ilmu kimia yang dilakukan para kimiawan Muslim di abad kejayaan juga telah melahirkan teknik-teknik sublimasi, kristalisasi, dan distilasi. Dengan menguasai teknik-teknik itulah, peradaban Islam akhirnya mampu membidani kelahiran sederet industri penting bagi umat manusia, seperti industri farmasi, tekstil, perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.
Pencapaian yang sangat fenomenal itu merupakan buah karya dan dedikasi para ilmuwan seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Al-Majriti, Al-Biruni, Ibnu Sina, dan masih banyak yang lainnya. Setiap kimiawan Muslim itu telah memberi sumbangan yang berbeda-beda bagi pengembangan ilmu kimia. Jabir (721 M-815 M), misalnya, telah memperkenalkan eksperimen atau percobaan kimia. Ia bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian eksperimen. Salah satu ciri khas eksperimen yang dilakukannya bersifat kuantitatif. Ilmuwan Muslim berjuluk 'Bapak Kimia Modern' itu juga tercatat sebagai penemu sederet proses kimia, seperti penyulingan/distilasi, kristalisasi, kalnasi, dan sublimasi.
Sang ilmuwan yang dikenal di Barat dengan sebutan 'Geber' itu pun tercatat berhasil menciptakan instrumen pemotong, pelebur, dan pengkristal. Selain itu, dia pun mampu menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian.Berkat jasanya pula, teori oksidasi-reduksi yang begitu terkenal dalam ilmu kimia terungkap. Senyawa atau zat penting seperti asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, dan asam asetat lahir dari hasil penelitian dan pemikiran Jabir. Ia pun sukses melakukan distilasi alkohol. Salah satu pencapaian penting lainnya dalam merevolusi kimia adalah mendirikan industri parfum.
Muhammad Ibn Zakariya ar-Razi
Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa melakukan revolusi dalam ilmu kimia adalah Al-Razi (lahir 866 M). Dalam karyanya berjudul, Secret of Secret, Al-Razi mampu membuat klasifikasi zat alam yang sangat bermanfaat. Ia membagi zat yang ada di alam menjadi tiga, yakni zat keduniawian, tumbuhan, dan zat binatang. Soda serta oksida timah merupakan hasil kreasinya.Al-Razi pun tercatat mampu membangun dan mengembangkan laboratorium kimia bernuansa modern. Ia menggunakan lebih dari 20 peralatan laboratorium pada saat itu. Dia juga menjelaskan eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. "Al-Razi merupakan ilmuwan pelopor yang menciptakan laboratorium modern," ungkap Anawati dan Hill.
Bahkan, peralatan laboratorium yang digunakannya pada zaman itu masih tetap dipakai hingga sekarang. "Kontribusi yang diberikan Al-Razi dalam ilmu kimia sungguh luar biasa penting," cetus Erick John Holmyard (1990) dalam bukunya, Alchemy. Berkat Al-Razi pula industri farmakologi muncul di dunia.
Sosok kimiawan Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah Al-Majriti (950 M-1007 M). Ilmuwan Muslim asal Madrid, Spanyol, ini berhasil menulis buku kimia bertajuk, Rutbat Al-Hakim. Dalam kitab itu, dia memaparkan rumus dan tata cara pemurnian logam mulia. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang membuktikan prinsip-prinsip kekekalan masa --yang delapan abad berikutnya dikembangkan kimiawan Barat bernama Lavoisier.
Sejarah peradaban Islam pun merekam kontribusi Al-Biruni (wafat 1051 M) dalam bidang kimia dan farmakologi. Dalam Kitab Al-Saydalah (Kitab Obat-obatan), dia menjelaskan secara detail pengetahuan tentang obat-obatan. Selain itu, ia juga menegaskan pentingnya peran farmasi dan fungsinya. Begitulah, para kimiawan Muslim di era kekhalifahan berperan melakukan revolusi dalam ilmu kimia.
Dulu dunia islam sangat maju sebelum terjadi perang salib, mulai dari ilmu kedokteran, kimia, biologi, sosial, ilmu perbintangan/astronomi, aljabar, science, filsafat dll semua ada di perpustakaan baghdad irak.
dimana selama masa perang salib, banyak buku2 islam yang diambil, dan dibawa oleh pasukan salib dan sebagian lain dibakar oleh pasukan salib. karena pada saat terjadi serangan pasukan salibis, buku2 di perpustakaan baghdad dibakar dan dibuang ke sungai tigris. Jadi HAMPIR semua teknologi dan science yang ada di tangan orang2 barat berasal dari kebudayaan Islam.
Sedikit Sejarah Baghdad
DI mata sejarah, Baghdad adalah kota yang luar biasa berharga bagi umat manusia. Sebab, tak hanya molek dan menyimpan kekayaan peradaban masa silam, Baghdad juga menjadi saksi tingginya kebudayaan dan semangat keilmuan yang membawa umat manusia ke era kemajuan sains dan filsafat.
Angin kemajuan yang membawa Baghdad pada puncak keharuman reputasinya mulai bertiup 12 abad silam di kota itu. Atmosfer haus ilmu ini muncul terutama berkat dorongan kalangan istana ketika kekuasan Islam berada di tangan kekhalifahan Abbasiyah. Puncaknya, boleh dikata, terjadi pada saat khalifah kelima dinasti ini, Khalifah Harun ar-Rasyid, berkuasa.
Tak berapa lama setelah naik tahta, Harun ar-Rasyid mendirikan Bait al-Hikmah (lihat: Semangat Ilmiah dari Istana). Bait al-Hikmah ini merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pusat pendidikan tinggi. Dalam kurun dua abad, Bait al-Hikmah ternyata berhasil melahirkan banyak pemikir dan intelektual Islam. Di antaranya, nama-nama ilmuwan seperti Al-Khwarizmi dan Al-Battani.
Selain mereka berdua, kelak juga muncul nama-nama lain yang tidak asing lagi bagi dunia ilmu pengetahuan, seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Al-Ghazali, tiga filsuf Islam terkemuka. Al-Khwarizmi, yang bernama lengkap Abu Ja'far bin Musa al-Khwarizmi, lahir di Baghdad sekitar 780 M. Tokoh pemikir ini --sebagaimana telah disebut-- besar dan mereguk ilmu di Bait al-Hikmah.
Di tengah semangat Harun ar-Rasyid yang menggebu-gebu mengembangkan ilmu pengetahuan, agama, dan filsafat, Al-Khwarizmi mendapat kesempatan luas untuk mengembangkan ilmunya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Al-Khwarizmi bersama Banu Musa, sohibnya sesama penuntut ilmu di Bait al-Hikmah, bertugas menerjemahkan naskah-naskah ilmiah Yunani sambil memperdalam sekaligus mengajar aljabar, geografi, juga astronomi.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan, kelak Al-Khwarizmi dikenal sebagai pengembang aritmetika dan geometri. Perhitungan logaritma diketahui berasal dari hasil pemikirannya. Karyanya yang sangat terkenal untuk bidang aritmetika dan geometri ini berjudul Kitab al-jabr wal muqabala. Lewat karyanya inilah Al-Khwarizmi memperkenalkan istilah yang belakangan dikenal sebagai aljabar.
Buku Aljabar Pertama
KITAB al-jabr wal muqabala adalah buku pertama tentang aljabar. Tiga abad setelah terbit, kitab bikinan Al-Khwarizmi itu memberi ilham kepada dunia Barat dalam soal angka nol dan ide untuk menyerap angka-angka Arab. Al-Khwarizmi juga dikenal sebagai ahli astronomi yang mendasarkan diri pada pemikiran Ptolemaeus, astronom Iskandariyah yang hidup di abad ke-2 (100-178 M).
Sumbangan pemikiran penting Al-Khwarizmi di bidang astronomi adalah pedoman penentuan garis lintang dan garis bujur untuk membuat peta, yang lebih akurat dibandingkan dengan temuan Ptolemaeus. Pada tahun wafatnya Al-Khwarizmi (850 M), lahirlah Al-Battani --bernama lengkap Abu Abdallah Mohammad ibn Jabir ibn Sinan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani.
Di masa muda, Al-Battani meninggalkan tanah kelahirannya, Harran --kini masuk wilayah Turki-- lalu bermukim di Baghdad sampai wafat pada usia 79 tahun. Selama berada di Baghdad, Al-Battani berhasil mengembangkan teori trigonometri dan astronomi. Seluruh pemikirannya di dua bidang itu tertuang dalam buku klasik berjudul Kitab al-Zij.
Lewat buku itu, Al-Battani menempatkan diri sebagai seorang di antara jejeran pakar geometri dan astronomi Islam. Untuk bidang trigonometri, Al-Battani inilah yang memperkenalkan rumus b sin (A) = a sin (90 - A). Ia juga melengkapi keberhasilannya dengan karya di bidang astronomi berupa tabel-tabel yang menjelaskan hasil pengamatannya terhadap matahari dan bulan, ditambah dengan katalog 489 bintang.
Berbagai penjelasan Al-Battani mengenai gerak matahari dan bulan malah disebut-sebut lebih tepat dibandingkan dengan Ptolemaeus. Malah, jarak bumi-matahari yang ia hitung ternyata berselisih sedikit sekali dengan hitungan modern yang berlaku kini. Karya Al-Battani yang paling berharga dan masih terus digunakan hingga hari ini adalah hitungan satu tahun sama dengan 365 hari 5 jam 48 menit dan 24 detik.
Seiring dengan kemajuan pemikiran di bidang keilmuan yang dibawa Al-Khwarizmi dan Al-Battani, Bait al-Hikmah juga membawa angin baru bagi pemikiran filsafat. Apalagi kekhalifahan masa itu sangat gandrung pada aliran Mu'tazillah yang memuja kebebasan berpikir. Filsuf pertama yang lahir dari lembaga itu tiada lain Abu Yusuf Ya'qub ibn Ishaq al-Kindi.
WALLACEA , SURGA BAGI BURUNG MISTERIUS
⊆ 17.14 by verstehen | ˜ 0 komentar »Kawasan Wallacea yang meliputi Kepulauan Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara mungkin termasuk kawasan yang kurang dikenal secara ornitologis. Daerah seluas sekitar 350.000 kilometer persegi itu sendiri menjadi jelajahan utama naturalis asal Inggris, Alfred Russel Wallace, yang mendeskripsikan batas-batas zoogeografis di kawasan unik itu.
Tak dinyana, di wilayah yang tergolong miskin burung itu, Wallace, yang namanya diabadikan untuk nama kawasan itu, menemukan beberapa spesies burung.
Perlu diketahui, dalam khazanah burung, Kawasan Wallacea tercatat sebagai rumah dari sedikitnya 697 jenis burung penetap dan migran. Dari jumlah itu, 249 jenis di antaranya merupakan burung endemik. Soal paras, sebagian besar adalah burung-burung cantik yang dijuluki burung-burung surgawi (birds of paradise).
Adapun burung yang ditemukan oleh Wallace di kawasan ini antara lain adalah gosong maluku (Eulipa wallacei), mandar gendang (Habroptila wallacii), walik wallacea (Ptilinopus wallacii), bidadari halmahera (Semioptera wallacei), dan burung kacamata (Zosterops wallacei). Nama taksonomi burung-burung itu memakai nama wallacei atau wallacii di belakang nama marganya karena ditemukan oleh Wallace.
Burung temuan Wallace yang unik antara lain gosong maluku. Burung ini berukuran sebesar ayam kampung, berwarna cokelat dan tersebar di seluruh pulau-pulau besar di Maluku.
Jika sudah cocok dengan tempat untuk bertelur pilihannya itu, burung gosong akan terus memakai tempat itu sampai beberapa generasi. Karena itulah, manusia sudah sangat hafal dan sering mencuri telur burung gosong. Salah satu tempat favorit untuk telur gosong maluku adalah Pantai Galela di Halmahera Utara.
Burung lain temuan Wallace yang luar biasa cantiknya adalah bidadari halmahera atau Wallace’s standardwings. Bidadari yang satu ini tidak seperti bidadari dari kahyangan yang tinggi semampai dan bertutur kata manis. Bidadari halmahera hanya berukuran 25-30 sentimeter, tetapi ia juga mahir menari!
Nama bidadari diberikan oleh penemunya Alfred Russel Wallace, yang langsung terpikat oleh pesona kecantikan burung kerabat cenderawasih yang mahir menari ini. Wallace bertemu dengan burung molek ini di Pulau Bacan pada tahun 1858, dan langsung menyebutnya burung tercantik di kepulauan yang seindah bidadari.
Boleh dibilang, burung bidadari yang berwarna dominan hijau ini merupakan kejutan besar bagi Wallace. Saat itu semua orang tahu bahwa burung cenderawasih hanya ada di Papua, tetapi ternyata Ali—anak Melayu asisten Wallace—menemukan sejenis cenderawasih di Pulau Bacan, Halmahera.
Dalam The Malay Archipelogo: The Land of The Orang-utan and The Birds of Paradise (1869) yang ditulisnya setelah menjelajah Nusantara selama delapan tahun (1854-1862), Wallace melukiskan, sebenarnya keseluruhan bulu burung bidadari tergolong biasa dan sederhana. Warnanya sehijau daun zaitun, dengan sedikit keungu-unguan di ujung dekat ekornya. Kepalanya seperti memakai mahkota karena dihiasi bulu ungu muda berkilat. Leher dan dadanya berwarna hijau mengilat.
Semakin ke bawah, bulu-bulunya seperti terpisah menjadi dua bagian, masing-masing ke arah sayap kanan dan kiri. Kakinya berwarna kuning, paruhnya berwarna seperti tanduk, dan matanya hijau seperti buah zaitun.
Namun, empat helai bulu panjang berwarna putih susu yang keluar dari pangkal sayapnya betul-betul membuatnya memiliki karakter unik. Bulu itu tidak lebar, tetapi sangat lembut dan seperti teranyam pada sayapnya. Bulu setiap helainya sepanjang sekitar enam inci itu menjulur hanya pada saat-saat tertentu yang diinginkan burung.
Yang pasti, antena putih susu itu hanya dimiliki oleh burung jantan. Bulu indah itu terjulur terutama pada saat fajar menyingsing, saat bidadari jantan beratraksi di ketinggian pohon untuk menarik perhatian pasangannya.
Burung cantik lain temuan Wallace adalah mandar gendang. Sama seperti bidadari, burung ini juga endemik Halmahera. Dinamai "gendang" karena suaranya yang menggelegar seperti gendang. Burung ini juga punya nama alternatif dalam bahasa Inggris yang sangat tepat, yaitu invisible rail, karena meskipun sudah berkali-kali dicari, burung ini tidak ditemukan lagi oleh pengamat burung atau ilmuwan selama bertahun-tahun.
Mandar gendang temuan Wallace ini sekarang sangat langka. Oleh sebab itu, jika kita kehilangan hutan bakau dan rawa sagu di pulau asalnya, bisa jadi burung karismatik ini akan punah sebelum kita bisa lebih mengenal kebiasaan dan sifat khasnya.
Walik wallacea adalah merpati buah yang didapati Wallace di tajuk pepohonan. Anehnya, meskipun berwarna cerah, burung ini susah diamati ketika bertengger diam sambil memetik buah makanan favoritnya. Sering kali tanda pertama kehadirannya ketika dia terbang keluar dari pohon dengan kepakan sayap yang cepat dan berbunyi.
Apabila seekor walik wallacea sudah keluar, pengamat burung yang berpengalaman akan segera mencari kawanan walik yang bersembunyi di antara daun-daunan. Pasalnya, burung ini jarang terbang sendirian.
Garis misterius
Dalam salah satu tulisan yang diberi judul On The Zoological Geography of The Malay Archipelago, Wallace menceritakan keheranannya mendapati kenyataan bahwa gajah, harimau, dan badak hidup hanya di sebelah barat Nusantara. Sebaliknya, kuskus dan kasuari hanya ditemukan di daerah timur. Apalagi burung cenderawasih yang hanya ditemukan di Papua.
Keheranannya makin menjadi melihat di Sulawesi ada binatang-binatang ajaib seperti anoa, babirusa, dan dihe yang tidak dia jumpai di Kalimantan. Padahal, Sulawesi dan Kalimantan hanya terpisah oleh Selat Makassar.
Kejadian dan keheranan paling dramatis dialaminya saat menuju Pasifik Selatan. Di sana Wallace menemukan sejumlah spesies burung (jalak bali) yang hanya berkembang biak di Pulau Dewata itu. Padahal, di Pulau Lombok yang hanya disekat sepotong selat kurang dari 32 kilometer dari Bali, spesies tersebut tidak ditemukan.
Dari keanehan-keanehan yang dilihatnya selama menjelajah Nusantara, Wallace akhirnya menarik kesimpulan bahwa ada semacam garis yang memisahkan flora-fauna di barat dan timur Nusantara. Artinya, ada batas antara flora-fauna di barat yang lebih mirip margasatwa di Asia dengan flora-fauna di timur yang mulai berbau Australia. Dia berhipotesa bahwa garis pemisah itu membentang mulai dari Selat Lombok ke arah Selat Makasar, kemudian membelok ke arah timur melewati Mindanao (masuk wilayah Filipina) dan Sangihe.
Selanjutnya, Wallace mengajukan teori bahwa pada masing-masing sisi "garis maya" tersebut terdapat sejumlah spesies khusus yang mendominasi suatu kawasan ekologis. Sementara pada jarak tertentu dari garis khayal itu—kira-kira 32 kilometer, terdapat spesies lain. Belakangan, Thomas Henry Huxley—seorang guru besar yang sangat gencar menyokong teori Darwin—menyebut garis itu dengan nama Garis Wallace, sesuai dengan nama sang penemu.
Dalam salah satu karya tulis yang dibuat saat di Sarawak (On The Law which Has Regulated The Introduction of New Species), Wallace mengemukakan pendapat bahwa sebenarnya setiap jenis satwa dan tumbuhan yang ada berasal dari spesies terdahulu yang berkerabat dekat. Pada saat itu Wallace belum mempunyai gagasan tentang bagaimana spesies itu berubah dari bentuk pendahulunya sehingga menjadi bentuk yang lebih sempurna.
Tiga tahun lamanya pertanyaan yang juga menjadi pertanyaan dunia itu tak terjawab. Akan tetapi, secara mendadak sekaligus tiba-tiba, Wallace menemukan jawabnya. Dan, kesimpulan itu didapat justru ketika penjelajah itu tengah terbaring lemah karena terserang malaria di Ternate (Februari 1858). Ia menyimpulkan, spesies yang mampu bertahan hanya mereka yang paling kuat dan sehat saja, sedang yang paling lemah dan tidak sempurna harus punah (Slamet Soeseno, 1984).
Jawaban itu tidak disimpannya sendiri, melainkan dikirimkan kepada ilmuwan pujaannya, Charles Darwin. Darwin saat itu sudah meyakini bahwa makhluk hidup berevolusi dari bentuk purba sampai ke bentuknya yang sekarang selama berjuta-juta tahun.
Ketika menerima surat Wallace, Darwin pun kagum karena ia sendiri tengah bersiap menyampaikan teori itu setelah meneliti selama belasan tahun. Dia jadi ragu, benarkan dia pencetus teori evolusi, sementara Wallace juga sudah menyampaikannya.
Meskipun dunia lebih mengakui dirinya sebagai pencetus Teori Evolusi, Darwin merasa tak enak hati pada Wallace. Maka, dalam pertemuan ilmiah ahli ilmu hayat sedunia pada 1 Juli 1858, setelah menyampaikan teorinya, Darwin membacakan surat Wallace sebagai makalah tambahan.
Sampai saat ini, hampir 150 tahun sejak teori itu terpublikasi, Garis Wallace masih tetap lestari. Kawasan Wallacea pun masih menjadi surga burung Nusantara, sama seperti saat Wallace menjelajahnya 1,5 abad silam.